Bahagia dalam bekerja

Sekarang banyak orang yang mendapat libur panjang, terkadang ada perasan malas yang menggoda kita untuk kembali bekerja sediakala, nah untuk itu Rasulullah saw memberikan teladan kepada kita dalam banyak hadits agar kita selalu giat dalam mencari rezeki, diantaranya :

1. Mencari rezeki yang halal wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa, dll). (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi).

2. Sesungguhnya Allah suka kebersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azzpada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa a wajalla. (HR. Ahmad)

3. Seorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya maka itu lebih baik dari seorang yang meminta-minta kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang

ditolak. (Mutafaq’alaih)

8. Tiada makanan yang lebih baik daripada hasil usaha tangan sendiri. (HR. Bukhari)

Seperti apakah niat yang spesifik?

Dikisahkan dalam Keberkahan Finansial, ada seorang janda yang awalnya miskin namun akhirnya bisa mengubah kehidupannya setelah mendirikan warung makan.

Ternyata, warung makan tersebut berdiri karena sang janda berniat untuk membantu para tukang becak yang ingin mencari tempat makan namun hanya memiliki sedikit uang. Karena itulah warung tersebut dirintis agar mereka bisa makan dengan menu yang harganya murah.

Lama kelamaan teernyata warung tersebut akhirnya bisa menghasilkan jutaan rupiah per harinya.

Dari cerita di atas, jika dibanding dengan niat yang tidak jelas seperti “mendapat banyak uang” atau “mencari sesuap nasi”, maka niat spesifik dan ikhlas seperti yang ada dalam cerita tersebut akan bisa menjadi sumber motivasi jangka panjang dalam setiap tindakan karena sasaran kita sudah jelas, tidak hanya asal-asalan bekerja.

Lagi pula seperti halnya Hukum Daya Tarik atau Law of Attraction, bila niat hanyalah untuk “mencari sesuap nasi”, maka jangan salahkan Tuhan jika Anda hanya mendapat sesuap nasi.

Berkali-kali Anda mendengar kata-kata bijak yang berbunyi..

“Do what you love and the money will follow.”

Dalam filosofi tersebut, apa yang perlu kita fokuskan adalah “love” atau cinta akan apa yang kita lakukan, bukan “money” atau uang. Kalau kita sudah jatuh cinta pada apa yang kita kerjakan, maka otomatis uang akan datang (meski demikian, tentu ini tergantung pada apa yang kita kerjakan tersebut).

Selain berlaku untuk berapa banyak uang yang akan kita dapat, filosofi tersebut juga bisa diterapkan untuk seberapa efektifkah usaha kita dalam melakukan sesuatu.

OK, saya akan menunjukkan salah satu hasil penelitian oleh Dan Ariely dari Duke University dan James Heyman dari University of St. Thomas, seperti yang ditulis oleh Peter Bregman di Harvard Business Review.

Dalam penelitian tersebut, ada beberapa orang yang diminta untuk menghadap suatu layar komputer. Dalam layar tersebut, ada gambar kotak di sebelah kanan, dan gambar lingkaran di sebelah kiri. Kedua orang tersebut diminta untuk melakukan hal yang sama, yaitu memasukkan gambar lingkaran ke kotak di sebelah kanan sebanyak mungkin dengan mouse sebanyak mungkin selama lima menit.

Bedanya, beberapa orang akan mendapat 5 dolar (sekitar Rp 50.000), dan yang lain ada yang mendapat 50 sen (sekitar Rp 5000) untuk melakukan itu. Sementara, beberapa lagi hanya dimintai tolong, dan tidak akan mendapatkan apa-apa sebagai imbalan.

Coba tebak hasilnya. Rata-rata orang yang dibayar 5 dolar menarik 159 lingkaran, orang yang mendapat 50 sen menarik 101 lingkaran, dan orang yang hanya dimintai tolong ternyata bisa menarik 168 lingkaran.

Orang-orang sukses telah membuktikan bahwa mencintai pekerjaan, bukan mencintai uang, adalah apa yang membuat mereka berhasil.

Memang kita butuh uang, tapi jangan sampai uang justru membatasi apa yang seharusnya bisa kita lakukan.

Seharusnya orang yang dibayar tadi bisa memasukkan lebih banyak lingkaran, tapi karena imbalan sudah ada di pikirannya, usahanya menjadi kurang.

Bahkan, dalam urusan ibadah pun juga sama. Dalam buku, terdapat sebuah kutipan bagus dari Imam Ali bin Abi Thalib yang berbunyi:

“Sekelompok orang menyembah Allah karena menginginkan ganjaran. Inilah ibadah pedagang. Yang lain menyembah Allah karena takut. Inilah ibadah seorang budak. Kelompok lain menyembah Allah karena rasa syukur. Inilah ibadah orang yang merdeka.”

Artinya, orang yang merdeka beribadah bukan semata karena menginginkan imbalan atau karena rasa takut. Tapi menginginkan imbalan itu tak masalah. Sebab, Tuhan toh juga menghadiahkan surga bagi hamba-Nya yang berbuat baik.

Namun kita perlu menjadi pribadi yang merdeka, yang tak terbatasi oleh seberapa besar imbalan yang akan kita dapat.

Ketika kita akan pergi ke suatu tempat, entah dengan mobil, sepeda motor, atau kendaraan apapun, apakah kita menunggu sampai semua lampu hijau disepanjang  jalur yang akan dilalui? Tentu tidak.

Apakah kita juga menunggu sampai semua jalanan sepi? Tentu tidak.

Kita tentu akan terus melaju, berhenti ketika ada lampu merah, dan berjalan lagi ketika lampu hijau. Jika ada kendaraan yang menghalangi jalan, tentu kita akan mencari jalan untuk bisa melaluinya.

Ini sama seperti halnya jika ingin mencapai tujuan dalam hidup. Tidak perlu menunggu sampai semuanya sempurna,karena ksempurnaan terjadi dalam proses bukan hasil.

Written by: Shely Siti Sahara

Bagikan konten ini: